Citra Allah (צֶלֶם אֱלֹהִים‎)(صُورَةِ اللهِ)

Citra Allah (צֶלֶם אֱלֹהִים‎)(صُورَةِ اللهِ)

Citra Allah (tzelem Elohim צֶלֶם אֱלֹהִים‎)
Citra Allah (tzelem Elohim צֶלֶם אֱלֹהִים‎)

Citra Allah (Surat Illahi صُورَةِ اللهِ)
Citra Allah (Surat Illahi صُورَةِ اللهِ)


فَخَلَقَ اللهُ النّاسَ عَلَى صُورَتِهِ. عَلَى صُورَتِهِ خَلَقَهُمْ ذَكَراً وَأُنْثَى.

فَخَلَقَ اللهُ الإِنْسَانَ عَلَى صُورَتِهِ. عَلَى صُورَةِ اللهِ خَلَقَهُ. ذَكَراً وَأُنْثَى خَلَقَهُمْ.

וַיִּבְרָ֨א אֱלֹהִ֤ים׀ אֶת־הָֽאָדָם֙ בְּצַלְמ֔וֹ בְּצֶ֥לֶם אֱלֹהִ֖ים בָּרָ֣א אֹת֑וֹ זָכָ֥ר וּנְקֵבָ֖ה בָּרָ֥א אֹתָֽם׃

Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya (tselem)(صُورَةِ), menurut gambar (tselem)(صُورَةِ) Allah ('elohiym)(اللهِ) diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
Kejadian 1:27

(צֶלֶם) tselem <06754>
1) image
1a) images (of tumours, mice, heathen gods)
1b) image, likeness (of resemblance)
1c) mere, empty, image, semblance (fig.)

صُورَة (ṣūra) f (plural صُوَر‎ (ṣuwar) or صُور‎ (ṣūr) or صِوَر‎ (ṣiwar))

    form, shape, figure, image, picture
    photograph
    appearance
    species
    manner
    character
    face


ة‎ (tāʾ marbūṭa) is a variant of the letter ت‎ (tāʾ) used at the end of words. It is formed from the letter ه‎ (hāʾ) with the addition of the two overdots of ت‎ (tāʾ).

Ta marbuta (ة) (Bahasa Arab: تاء مربوطة, huruf ta yang bulat) adalah varian dari huruf ta (ت) yang melambangkan fonem /t/ atau /h/. Pada aturan Bahasa Arab Standar Modern, ta marbuta dipakai pada akhir dari sebuah kata yang mengacu kepada kata-kata feminin atau bersifat kewanitaan, sebagai contoh pada kata al-Baqarah (البقرة) yang berarti sapi betina.

Dalam alih aksara bahasa Indonesia, ta marbuta disepadankan dengan T atau H, sebagai contoh kata (براكة) dialihaksarakan barakat dan barakah yang diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi berkah atau berkat.

Ta marbuta merupakan varian dari huruf ta, namun penulisannya memiliki perbedaan dan huruf ini tidak dijumpai pada awal kata, penulisan ta marbuta lebih mirip dengan huruf ha (ه) di akhir kata, namun jika berada di tengah kata, maka penulisannya sama seperti huruf ta normal. Sebagai contoh pada kata barakat (براكة), ta marbuta ditulis layaknya huruf ha, namun pada kata barakatuh (بركاته), ta marbuta tertulis layaknya huruf ta normal.

(אֱלֹהִים) 'elohiym <0430>

1) (plural)
1a) rulers, judges
1b) divine ones
1c) angels
1d) gods
2) (plural intensive - singular meaning)
2a) god, goddess
2b) godlike one
2c) works or special possessions of God
2d) the (true) God
2e) God

اللّٰه (allāh) m

    (monotheism) God

 

Citra Allah (Image of God) (tzelem Elohim צֶלֶם אֱלֹהִים‎) (Surat Illahi صُورَةِ اللهِ)(Imago Dei, εἰκὼν τοῦ θεοῦ) 

adalah sebutan bagi manusia, baik laki-laki dan perempuan yang dipanggil untuk mewujudkan cinta ilahi. Dalam 2 Kor 4:4 dan Kol 1:15, citra Allah yang utama adalah Kristus.



Kitab Suci itu bukan buku sejarah, namun buku iman.

 
Dalam doktrin Kristen, manusia adalah citra Allah untuk berkuasa atas semua mahluk sebagai wakil yang mewakilkan sang Pencipta. Tugas dari manusia sebagai citra Allah selain berkuasa, juga mengusahakan agar seluruh ciptaan memuliakan Allah. Keberadaan manusia sebagai citra Allah merupakan sebuah anugerah sekaligus tugas bagi setiap manusia.



 

7 Kebenaran mengenai manusia sebagai Citra Allah

1. Manusia Itu Sakral dan Bermartabat

Pernyataan bahwa pribadi manusia diciptakan menurut gambar Allah mau ditegaskan bahwa manusia itu sakral dan bermartabat. Ajaran Sosial Gereja mendasari pengesaanya mengenai martabat pribadi manusia dan keberadaan hak asasi manusia pada kebenaran dasariah pribadi manusia sebagai Gambar Allah.

Mungkin perlu ditanyakan, apa sesungguhnya manusia itu sakral dan bermartabat? Apakah itu artinya manusia itu tidak pernah berbuat dosa? Tentu tidak.

Kesakralan manusia itu berdasar pada pengetahuannya tentang dari mana ia berasal dan kemana akhir dari hidup ini. Lebih jauh, kesakralan manusia itu terletak pada pirbadi manusia berakal budi dan berhati nurani.

Itulah yang membedakannya dari binatang. Akbitanya, kita tidak memperlakukan sesama kita seperti kita memperlakukan binatang.

2. Manusia Berdimensi Spiritual

Allah telah menjalin hubungan dengan kita sehingga pribadi manusia tidak dapat dipahami terlepas darinya. (Ini adalah kritik terhadap ideologi yang mengabaikan dimensi spiritual pribadi manusia dan tidak melindungi kebebasan beribadah)

Akibat dari pemahaman seperti itu, keberadaan manusia itu tidak boleh direduksi pada materi belaka. Kita ini bukan hanya tubuh, tetapi juga roh. Dengan demikian kita menghormati siapapun yang menyembah Tuhannya atau pun yang transendence apapun sebutannya.

3. Allah Setia pada Relasinya Dengan Manusia

Dengan klaim bahwa manusia sebagai gambar Allah berarti Allah tetap setia pada relasinya dengan kita. Berada di dalam gambar Allah adalah tak tergantikan.

Akibatnya, tindakan diskriminasi, ataupun penganiayaan dalam berbagai bentuk apapun, tak akan menghapus kodrat kita sebagai gambar Allah itu. Itulah sebabnya walaupun kita dipenjara oleh karena kebenaran, martabat kita sebagai manusia tetap tak tergantikan.

Simplenya, kalau seseorang dipenjara, dia bukan binatang. Dia tetap manusia.

4. Allah adalah Tujuan Akhir Manusia

Kita semua berbagi suatu kondisi manusia yang sama yakni terarah kepada suatu tujuan yang sama yakni Allah. Dengan demikian kita bersolider dangan orang lain, bekerja sama, dan saling menghormati satu sama lain meskipun mereka berasal dari ras, agama, yang berbeda.

5. Manusia Bukan Ditentukan Prestasinya

Martabat manusia pada akhirnya tidak bergantung pada prestasi manusia. Oleh karena itu, yang lemah, orang sakit, orang cacat, orang miskin, orang-orang di pinggiran masyarakat layak mendapat perlindungan dan rasa hormat sama sebagai manusia.

Akibatnya, kita dengan tegas menolak Aborsi, Eutanasia, diskriminasi terhadap kaum minoritas dan yang lumpuh atau cacat. Mereka semua merupakan kehadiran diri Allah.

6. Manusia Sebagai Pribadi yang Relasional

Jika Allah adalah Tritunggal dan hubungan pribadi secara Trinitarian ditandai dengan memberi dan menerima cinta, maka harus juga ada pemahaman komunitarian tentang orang yang menjadi citra Allah Trinitarian. Seseorang tidak dapat eksis dengan dirinya sendiri tapi selalu berhubungan dengan orang lain.

Partisipasi yang lebih dalam dalam komunitas manusia meningkatkan kemanusiaan setiap orang sementara kegagalan membangun komunitas mengurangi kemanusiaan dari semua orang.

Ini adalah kritikan terhadap individualisme, persaingan egois, dan aktivitas atau sikap lain yang membagi masyarakat dan mengurangi persekutuan manusia. Singkatnya manusia tak terlepas dari orang lain.

7. Tanggungjawab untuk Berbagi

Pemberian diri yang tidak terpisahkan dalam kehidupan Trinitas juga harus menjadi hal yang integral dalam kehidupan manusia. Ada tanggung jawab moral untuk membagikan apa pun karunia, talenta, atau harta milik seseorang untuk kebaikan orang lain.

Ada kewajiban untuk berkontribusi pada kebaikan bersama dan membantu mereka yang membutuhkan. Oleh karena kita memiliki harkat dan martabat yang sama, maka kita tidak menganggap rendah mereka yang tidak memiliki apa-apa.

Lagipula semuanya bukan milik kita bukan? Kita hanya bekerja dan memiliki apa yang menjadi hasil kerja kita. Akibatnya walaupun kita kaya raya, toh kita hanya menikmati sesaat.


 
 
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia Sebagai Citra Allah

Falsafah Ngopi (Ngolah Pikiran)